Indonesia, mengalami banyak tantangan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Beragam kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah demi untuk menjaga hajat hidup warga negara Indonesia. ada dua kebijakang yang cukup penting dalam biang pendidikan yaitu para aktor pendidikan harus belajar dan mengajar dari rumah melalui jejaring internet serta dihilangkannya Ujian Nasional.
Kebijakan tersebut, tentunya bukan perkara tanpa alasan. UNESCO pun telah mendukung kegiatan belajar dari rumah. Karena itu, penting kiranya membahas persoalan pendidikan di tengah pandemi global Covid-19.
-------
Berikut adalah review diskusi yang mengangkat tema : Covid-19 di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Dunia Pendidikan.
Beberapa point yang bisa diambil terkait dampak terhadap pendidikan diantaranya:
*Dampak Negatif:*
1. Interaksi sosial terhambat.
Jika bisanya guru, siswa, dosen, mahasiswa, staff di sekolah dan kampus bisa berinteraksi langsung maka metode belajar atau kuliah online ini membatasi ruang interaksi sosial. Dibutuhkan adaptasi agar semunya bisa berjalan dengan lancar. Jam kerja dan jam belajar juga terkadang menjadi kacau dan tidak terukur.
2. Psikologi anak terganggu efek tugas belajar di rumah.
Hal ini diketahui karena KPAI banyak mendapat pengaduan. Pada tanggal 19 Maret 2020, bagian pengaduan online Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah menerima 51 pengaduan sejumlah siswa dari berbagai daerah diantaranya dari DKI Jakarta, Bekasi, Cirebon, dan Kuningan (Jawa Barat), Puwokerto dan Tegal (Jawa Tengah), Kediri dan Surabaya (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten), dsb. Keluhan tersebut terkait beratnya penugasan dari para guru yang harus dikerjakan dengan deadline yang sempit. Mereka merasa kelelahan dan tertekan.
(https://www.kpai.go.id/berita/kpai-kebanjiran-pengaduan-dari-para-siswa-yang-mengeluhkantugas-di-luar-kewajaran)
3. Siswa/mahasiswa tidak maksimal memperoleh materi karena tidak ada bimbingan secara langsung. Ada beberapa mata pelajaran yang memerlukan penjelasan secara langsung terutama yang berkaitan dengan rumus. Selain itu ada juga siswa yang harus mendapat pendekatan secara personal dan dibimbing dengan intens saat menerima pelajaran. Dosen/guru juga tidak tahu apakah materi yang disampaikan benar-benar dipahami oleh siswa/mahasiswa?
4. Ibu rumah tangga yang WFH semakin terbebani kesehariannya.
Beban perempuan, khususnya ibu rumah tangga yang bekerja (ditambah tidak ada asisten rumah tangga), menjadi berlipat-lipat. FWH di rumah menjadi terakumulasi oleh tugas harian sebagai IRT. Perempuan yang memiliki anak usia sekolah bertambah beban kerjanya karena harus membersamai anak-anak belajar. Apalagi tidak hanya mengerjakan tugas, tapi harus mengambil foto atau merekam anak-anak saat belajar sebagai bukti kepada guru. Pada saat ini, pekerjaan domestik menjadi berbaur dengan pekerjaan publik. Tantangan akan sangat besar karena harus menjaga emosi agar tetap stabil. Jika tidak, maka kondisi akan membahayakan siswa.
5. Dampak ekonomi dari Covid-19 mempengaruhi institusi pendidikan.
Pada level orang tua, muncul permohonan pengurangan pembayaran SPP dan keringanan pembayaran dengan cara dicicil. Hal ini terjadi di sekolah swasta. Selain pendapatan orang tua yang berkurang, mereka juga menganggap bahwa selama ini merekalah yang menjadi guru nya. Namun bagaimana nasib para guru/pengajar jika biaya SPP dikurangi?. Hanya sekolah yag bisa menentukan kebijakan.
6. Tidak efektifnya kegiatan bimbingan skripsi tanpa tatap muka.
Banyak materi dan masukan yang harus dijelaskan dengan rinci melalu tatap muka. Saat tatap muka, pembimbing dan mahasiswa bisa diskusi dan saling memberikan penguatan sudut pandang. Jika hanya melalui email, revisian akan terasa sagat hambar dan kurang mengena. Efek lanjutannya juga memunculkan sidang skripsi online dan sarjana online.
7. Ketimpangan ekonomi akan menyebabkan ketidakmerataan penerimaan materi karena terbatasnya fasilitas.
Perangkat seperti handpone, laptop atau komputer, serta kuota internet akan menjadi penghambat belajar secara online. Apalagi masih banyak siswa RMP (Rawan Melanjutkan Pendidikan). Apakah mereka bisa mengikuti belajar secara online? Atau guru memberikan kebijakan lain untuk mereka? Bagaimana dengan di wilayah terpencil yang ikut memberlakukan belajar dari rumah?. Bagi yang memiliki fasilitas memadai, tidak akan menjadi masalah dan materi akan diterima sesuai waktunya. Namun bagi yang tidak memiliki fasilitas, hal tersebut akan menjadi penghambat sehingga terjadi ketidakmerataan penerimaan materi.
* Dampak Positif:*
1. Institusi keluarga akan memberikan peran penting dalam hal pendidikan.
Orang tua bisa lebih dekat dengan anak karena mendampingi anak belajar. Walau dengan cara terpaksa dan disertai WFH, orang tua bisa mengenali anak lebih dalam berkaitan dengan proses belajar mereka. Banyak orang tua yang tidak tahu bagaimana keseharian anak di sekolah, maka dengan dengan cara ini mereka akan tahu kesulitan apa saja yang dihadapi anak dalam belajar. Bahkan orang tua juga bisa tahu potensi apa yang dimiliki anak. Sehingga kedepannya orang tua bisa mengambil kebijakan terkait pendidikan untuk anak-anak mereka.
2. Terciptanya gotong royong di dalam keluarga.
Tidak hanya orang tua yang membersamai anak belajar, namun kakak, om, tante, nenek dan kakek pun dapat memberikan peran. Semua pihak di dalam keluarga bergotong royong agar sang anak tidak terlalu terbebani. Walau seringkali mereka harus mengingat lebih keras materi pelajaran yang dihadapi anak karena sudah tidak dipelajari bertahun-tahun.
3. Home schooling mungkin akan menjadi pilihan kedepannya.
Menurut siswa yang mengikuti home schooling, model pembelajaran secara online ini hampir sama dengan metode home schooling. Hanya saja situasi dan kondisi yang berbeda. Bagi yang tidak biasa akan menjadi sangat sulit. Namun efek dari kejadian sekarang, banyak orang tua yang berpikir untuk mengalihkan anak-anaknya ke home schooling saat wabah sudah reda kelak.
4. Jika pengelolaannya secara bertanggung jawab, pemotongan alokasi dana pendidikan akan sangat membantu dalam menangani corona. Dengan ditiadakannya UN, maka alokasi penyediaan soal, distribusi soal, biaya pengawas, konsumsi, dll dapat ditiadakan.
(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200324171434-20-486584/nadiem-geser-anggaran-un-untuk-corona-bisa-capai-rp400-m)
5. Kondisi sekarang bisa menjadi simulasi untuk menghadapi era 4.0 / 5.0.
Dengan kebijakan yang sekarang diambil, maka sudah seharusnya kita menyoroti sudah sejauh mana kesiapan sistem pendidikan kita?, indikator apa yang bisa dipakai untuk memantau perkembangan pendidikan Indonesia dengan kondisi dan metode pembelajaran seperti seperti sekarang?. Konsidi yang sedang berlangsung memang terjadi dengan cara dipaksa. Semua pihak terlibat dalam proses pendidikan mau tidak mau, siap tidak siap harus mengikuti segala proses dari kebijakan yang diambil. Karena pada akhirnya kita harus mengikuti era 4.0 bahkan 0,5. Maka anggap saja sekarang ini simulasi untuk menentukan langkah apa yang dapat ditempuh kelak berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia di lapangan.
------
Pada intinya kita harus gotong royong dalam mengatasi berbagai dampak Covid-19 dalam dalam bidang pendidikan. Semoga saja setelah badai corona berlalu, kondisi pendidikan di Indonesia semakin baik.
Seperti pendapat tadi, anggap saja ini simulasi untuk menghadapi era 0.4/0.5. Sehingga dengan kejadian ini, pemerintah juga bisa memperbaiki formulasi pendidikan di Indonesia.
Sekian dari saya.
Terima kasih atas waktunya.
Mohon maaf atas segala kekurangannya 🙏.
Sintia Catur Sutantri
Review yg cukup menarik. Memahami dunia merawat Indonesia!
BalasHapusTerima kasih kang🙏
HapusNuhun share nya Miss
BalasHapusNb: Mama Azil
Sami-sami ms...semoga kondisi segera membaik dan dunia pendidikan bisa berjalan seperti sedia kala...
Hapus