Langsung ke konten utama

SUDAH WAKTUNYA BERPENDAPAT (Bicara Moralitas)


Semenjak Pilpres menjadi isu penting di media sosial, saya hanya mengamati tanpa ingin berkomentar lebih. Kenapa? Karena saya pikir hanya membuang tenaga jika berkomentar di media sosial. Lebih baik berdiskusi di ruang kelas sambil mengupas teori-teori politik yang relevan.

Begitu banyak "orang pintar" yang belajar politik secara otodidak atau melalui "kuliah online"  dan hanya menangkap berbagai informasi dan ilmu karena latar belakang dukungan terhadap seseorang tanpa memahami teori politik yang ada.

Begitu banyak orang yang "pintar" berkomentar mengenai politik sambil "membodoh-bodohkan"  dan menghina orang lain.

Begitu banyak manusia yang membinatangkan manusia lain dengan cara "mencebongkan" atau "mengampretkan". Padahal Alloh menciptakan manusia sebagai makluk paling sempurna yang dibekali akal untuk berpikir.

Begitu banyak berita hoax beredar dengan deras yang menyebabkan sesat pikir dan perpecahan dalam media sosial.

Begitu banyak manusia yang mencari kesalahan manusia lain lalu dijadikan bahan olok-olokan. Bukannya kita harus mengingatkan dalam kebaikan? Jika ada manusia berbuat salah, kritiklah dengan cara yang baik.

Mau sampai kapan? Sampai pemilu usai? Yakin?

Disini saya hanya ingin menuliskan pendapat mengenai kekhawatiran dari setiap ungkapan yang disampaikan secara tidak baik (sok tahu, membodoh-bodohkan dan membinatangkan manusia lain, menyebar hoax, serta mengolok-olok kesalahan orang lain) terhadap moralitas di lingkungan sekitar.

JIKA ANDA ADALAH AKADEMISI (guru, dosen, pendidik, mahasiwa, dll).
Tidak khawatirkah anda akan kebiasaan berkomentar yang tidak baik tersebut akan diikuti oleh anak didik?

Sebagai akademisi, anda juga dituntut mengamalkan dan mengajarkan kebaikan, sopan santun, norma, dan sebagainya dengan maksud melindungi moral anak bangsa.

Sering terdengar kasus anak-anak muda yang melakukan penyimpangan sosial, lalu akhirnya muncul penilaian, "moral anak-anak sekarang buruk!".  Di sebuah lembaga pendididikan, saat seorang pendidik merasa dilecehkan oleh siswa nya dia akan marah sambil mengatakan, "Anak sekarang ga punya etika!". Siapa yang mengajarkan? Jangan-jangan anda sendiri.

Coba berkaca, lihat media sosial anda, cek pertemanan yang ada, adakah murid anda disana? Kalaupun tidak ada murid anda disana, adakah orang tuanya? Orang tua mana yang mau anaknya dididik oleh  akademisi seperti anda? Ingatlah atas profesi yang tersemat dan bagaimana pertanggungjawabannya?

JIKA ANDA ADALAH ORANG TUA
Bahagiakah anda jika anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh perjuangan serta diberi pendidikan sebaik-baiknya dihina, "dibinatangkan", difitnah, bahkan dianggap bodoh hanya karena sejarah hidup atau pilihan politik yang berbeda?

Banggakah anda jika anak-anak yang sedari kecil dibesarkan dalam keluarga dengan berbagai adab, nilai dan norma berkata kasar, menghina, bahkan membinatangkan manusia lain?

Hal yang paling penting, hebatkah anda sebagai orang tua berkata kasar, menghina dan "membinatangkan" manusia lain, serta menyebarkan hoax?. Saat anak-anak anda meniru, siapkah menerima kenyataan mereka membangkang dan melawan anda dengan alasan "ibu dan bapak saya pun seperti itu"?.

Tolonglah teman, lebih bijak menggunakan media sosial karena dampaknya bukan hanya untuk pemerintahan semata, tapi yang paling utama adalah moralitas anak bangsa di kemudian hari.

Sebagai akademisi dan orang tua, saya sangat khawatir dengan perkembangan teknologi sekarang ini terutama media sosial.

Cyber Crime di masa sekarang ini sudah pada tahap perusakan moralitas melalui ujaran-ujaran dan tontonan tidak layak terkait Pilpres di media sosial.

Semoga teman-teman bisa lebih bijak lagi memanfaatkan media sosial, menghargai perbedaan tanpa harus saling menghina dan menghujat, menyumbang pemikiran positif dengan cara yang baik untuk membangun negeri ini, menghentikan penyebaran hoax dan selalu menjaga hati, jari dan jempolnya saat memegang gadget.

Semoga anak-anak kita kelak menjadi manusia dengan moralitas yang baik. Aamiin..


Sintia Catur Sutantri, S.Sos.,M.Ipol.
International Women University

#emaksetrong30

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUSUHAN SAMPIT (DAYAK VS MADURA) SALAH SATU ANCAMAN “HUMAN SECURITY’

Oleh : Sintia Catur Sutantri (170820160009) A.    Faktor Pemicu Kerusuhan Sampit Kerusuhan yang terjadi di Sampit hanyalah salah satu rangkaian peristiwa kerusuhan yang terjadi antara Suku Dayak dan Madura sejak berdirinya Kalimantan Tengah . Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan. Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, terma

HUBUNGAN ANTARA TEORI SISTEM DAN FUTUROLOGI

Oleh : Sintia Catur Sutantri (170820160009)   A.    TEORI SISTEM  Konsep sistem telah diambil oleh ilmu sosial dari ilmu pasti, secara khusus dari fisika yang yang berhubungan dengan materi, energi, gerak, dan kekuatan. Semua konsep ini lebih diarahkan pada suatu pengukuran yang pasti dan mengikuti aturan-aturan tertentu. Ada yang mendefinisikan sistem dalam konteks pasti dan dalam persamaan matematis yang menjelaskan hubungan tertentu antara beberapa variabel. Namun konsep ini sangat sedikit diadopsi oleh para ahli dibidang sosial karena variabel-variabelnya sangat kompleks dan sering sangat multidimensional. Sistem merupakan kumpulan dari objek-objek bersama dengan hubungannya, antara objek-objek dan antara atribut mereka yang dihubungkan dengan satu sama lain dalam lingkungannya sehingga membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh (Whole).                                 T eori sistem umum pada awalnya diusulkan oleh ahli biologi bernama Ludwig von Berta

Manfaat Pencak Silat untuk Anak Usia Dini

"Anak saya masih TK, boleh ga ikut latihan bela diri?" "Duh anak saya aman ga ya kalau ikut latihan silat? Takutnya dia jadi suka pukul temannya." "Wah bahaya banget deh anak kecil udah ikut latihan silat?" Pertanyaan diatas adalah contoh kekhawatiran orang tua atau masyarakat pada umumnya tentang keikutsertaan anak usia dini dalam aktivitas beladiri, khususnya pencak silat. Padahal, pencak silat bukan sekedar bela diri. Ulasan manfaat pencak silat secara umum sudah saya sampaikan pada tulisan sebelumnya. Silahkan kunjungi link http://cikizentukangetik.blogspot.co.id/2017/11/manfaat-silat-bukan-sekedar-untuk-bela.html?m=1 . Kali ini tulisan saya khusus mengulas manfaat pencak silat untuk anak usia dini. Saya mulai melatih pencak silat anak usia dini sejak tahun  2008 di  Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri . Tak terasa, ternyata sud ah hampir 10 tahun. Dalam perjalannya saya selalu belajar dari anak-anak dan orang tua mereka. B