Langsung ke konten utama

IBUKU IDOLAKU



Istilah idola seringkali kita dengar bahkan menjadi judul acara ajang pencarian bakat seperti  Idola Cilik, Indonesian Idol dan masih banyak lagi. Idola ini kebanyakan dijadikan kaum remaja dalam membentuk kepribadian mereka dan cenderung ingin sama dengan orang yang diidolakan baik dalam segi penampilan, gaya hidup, prestasi, dan lain sebagaianya.

Lalu apakah pengertian idola? Kita sering mendengarnya tapi tidak tahu apa artinya.
Kata Idola dalam kamus ilmiah diartikan sebagai sembahan, pujaan, sanjungan (M. Dahlan Al Barry, 1994).  Pengertian lain idola yaitu seseorang yang memiliki karakter atau sifat baik dan patut untuk dijadikan contoh bagi masyarakat/publik (brainy.co.id). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa idola merupakan orang yang disanjung dan menjadi contoh bagi  orang lain karena memiliki karakter dan sifat yang baik. 

Jika melihat fenomena yang ada, idola itu terbentuk karena prestasi dan kemampuan yang menonjol dari seseorang sehingga dikagumi oleh orang banyak. Contoh sederhana yang sering terjadi adalah masyarakat mengidolakan salah satu artis baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini terjadi dikarenakan bantuan media massa yag merupakan sarana hiburan yang paling banyak diminati. Semakin seringnya bakat dan prestasi artis tersebut di expose, semakin tinggi pula kekaguman masyarakat. Bahkan karena idola yang sama dibentuklah komunitas atau fans club seperti Afganisme, Gigikita, Agnezious, OI, Sobat Padi, dan lain sebagainya.

Selain mengidolakan artis, seringkali juga kita mengidolakan para pahlawan, tokoh politik, pemuka agama. Mengidolakan seseorang tentu saja dengan berbagai alasan yang pada dasarnya adalah karakter yang baik (menurut pemikiran pengidolanya). Tidak semua orang berpikiran sama, idola bagi A belum tentu idola bagi B. Selain itu, untuk menanamkan keimanan seseorang sejak dini para orang tua seringkali memberikan panutan kepada anak-anaknya untuk mengidolakan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Lalu bagaimana dengan saya? Siapakan idola saya?

Sejak kecil dan beranjak remaja, saya termasuk orang yang tidak memiki tokoh idola yang spesifik. Saya bisa kagum terhadap seseorang karena kebaikan atau prestasinya  tapi saya tidak lantas mengidolakan mereka secara berlebihan. Ada satu masa dimana saya merasa sangat kagum terhadap seseorang yaitu pada saat gelaran kejuaraan bulu tangkis  All England di tahun 1990-an. Di kala itu olag raga bulu tangkis merupakan olah raga yang nge-hits. Atlet Indonesia banya memperoleh medali seperti Susi Susanti, Alan Budi Kusuma, Ricky Subagja/ Rexy Mainaky, Candra Wjaya/Tony Gunawan pada gelaran All England tersebut. Waktu itu saya ingin menjadi pebulu tangkis yang handal. Setiap pertandingan saya tonton walau kala itu televisi di rumah saya masih hitam putih. Hampir setiap hari main bulu tangkis di gang rumah mulai dari menggunakan piring seng, raket tripleks hingga menggunakan raket sungguhan merek Yonex yang di kala itu harganya dirasa sangat mahal. Saking senangnya bermain bulu tangkis, pada saat SMP, bapak memasukan saya les bulu tangkis di sekolah. Walau saya tidak berhasil menjadi atlet bulu tangkis, minimal kala itu hobi saya tersalurkan.

Waktu berganti, ada olah raga lain yang saya suka yaitu bela diri. Saya tidak begitu mengenal juga atlet-atlet bela diri pada saat itu.  Saya selalu takjub melihat foto-foto orang yang sedang bertarung. Saya pun rela menabung untuk membeli koran olah raga dan bela diri seperti GO! dan Kanuragan. Koran lain pun akan saya buru kalau dalam rubrik olah raga beritanya berkaitan dengan olah raga bela diri. Sampai-sampai saya membuat kliping dari berita-berita tersebut. Maklum tahun 1990 an belum semudah sekarang dalam mencari berita bahkan disimpan di dalam komputer.

Kegemaran terhadap bela diri membuat saya penasaran juga dan akhirnya saya bergabung dengan unit latihan bela diri. Saya pernah ikut berlatih karate dan taekwondo, tapi tidak mernah sampai naik sabuk. Waktu itu masih angin-anginan dan lebih banyak ikutan teman. Baju latihan saja saya tidak beli, mendapat pinjaman dari seorang teman. Sampai pada akhirnya, saya mengenal bela diri silat yaitu Perisai Diri. Saya mengenal Perisai Diri dari kakak saya yang juga ikut berlatih. Namun di kala itu ibu saya belum setuju saya ikut latihan. 

Hingga pada akhirnya pada saat kelas 2 SMP sekitar tahun 1997, saya bergabung dengan Unit Latihan Perisai Diri di GGM (Gelanggang Generasi Muda) yang berlokasi di Jl.Merdeka Bandung (Sebelah Bandung Indah Plaza/BIP). Saya masih ingat, pada saat ingin mendaftar latihan disana saya membongkar celengan plastik. Kala itu uang pendaftaran 25 ribu dan harga baju 50 ribu. Nilai uang 75 ribu saat itu cukup besar. Tapi alhamdulillah uang di celengan saya cukup dan saya tidak meminta lagi kepada orang tua. Nah, latihan Perisai Diri berlanjut sampai sekarang dan  ini merupakan rekor bagi saya dalam mendalami olah raga. Kalau dihitung-hitung, sudah 20 tahun saya berlatih di Perisai Diri. 

Lalu sudah terjawab belum siapa idola saya? Sepertinya belum ya. Oke...kita lanjutkan.

Fase kehidupan pun berubah. Saya menikah dan memiliki anak. Saya bekerja, sehingga ibu saya membantu mengasuh dan merawat anak saya. Pada saat anak pertama saya berusia 2 tahun, ibu saya tercinta dipanggil oleh Alloh SWT. Sungguh, kala itu bagaikan disambar petir di siang bolong karena ibu saya yang sebelumnya sehat dan tidak pernah mengeluh penyakit apapun tiba-tiba harus masuk UGD. Hanya 2 hari dirawat ibu pun menghembuskan napas terakhir di rumah sakit. Sedih jika harus diceritakan. Sejak saat itu, saya menguatkan dan menata hati agar bisa berjuang sendiri. Saya harus berpikir jernih bahwa anak adalah titipan Alloh dan sudah seharusnya sebagai ibunya saya mengurus dan merawatnya sendiri. 



Dari sinilah saya memiliki idola yang sesungguhnya. IBU...dialah idola saya.
Sosok ibu bagi saya adalah seseorang yang luar biasa. Prestasinya tidak terhitung apalagi prestasi dalam pengabdiannya terhadap keluarga. Ibu memiliki 4 orang anak, hidup dengan kesederhanaan, dan merawat anak-anaknya sendiri. Ibu rela membantu bapak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Kami hidup sederhana dan prihatin sejak kecil tapi kami tidak penah merasa kesusahan, merasa malu atau minder. Ibu selalu yakin dengan rizki dari Alloh. Ibu pernah berjualan keripik singkong, kacang goreng dan juga buntil. Tidak seberapa memang, tapi itulah perjuangan ibu. 

Selain pengabdiannya kepada keluarga, ibu juga aktif dalam kegiatan di masyarakat seperti kegiatan PKK. Setiap bulan selalu ada kegiatan penimbangan balita, ibu yang mengurusnya. Sampai-sampai konsumsi pun disediakan oleh ibu. Dikala itu, saya belum begitu memaknai perjuangan ibu. Saya hanya seorang anak yang hanya ingin dituruti jika meminta sesuatu. Baru setelah memiliki anak saya memaknai perjuangan ibu. Begitu hebat dan luar biasa.

Ibu adalah perantau di Bandung yang seringkali mudik ke Gombong menggunakan kereta api dan saat mudik saya selalu ikut. Kami selalu menggunakan kereta ekonomi karena tarifnya murah. Kala itu hanya 20 ribu. Kondisi gerbong kereta ekonomi jaman dulu tidak senyaman sekarang. Dulu kereta ekonomi selalu penuh sesak. Seringkali kami tidak mendapatkan tempat duduk dan efeknya kami duduk di atas tas yang disimpan di tengah gerbong yang otomatis menghalangi orang lewat. Kala itu orang yang berjualan berlalu lalang sehingga kami seringkali terinjak dan terganggu dikala sedang tidur. Selain itu, barang dagangan seringkali menggiurkan saya. Sebagai anak kecil yang masih SD, saya mudah tergoda dengan apapun yang dibawa pedagang. Tapi ibu begitu hebat memberi pengertian kepada saya. Saat saya mulai terlihat tergoda oleh sesuatu, ibu cukup bilang, “nanti saja beli nya di rumah mbah...”.   Saya tahu ibu tidak pernah berbohong, ibu akan penuhi janjinya. Betul saja, saat di rumah mbah apa yang saya mau tersedia. 

Sekarang saya sadar bahwa ibu sungguh luar biasa. Saya pun selalu mengikuti cara ibu dalam memberi pengertian kepada anak saya. Hal itu sangat tidak mudah.
Darah olah raga pada diri saya mengalir dari ibu dan bapak. Mereka begitu gemar berolah raga khususnya jalan kaki, lari dan senam. Kantor bapak sering mengadakan kegiatan gerak jalan maupun jalan santai bersama keluarga dan saya selalu ikut. Sejak TK saya selalu ikut kegiatan jalan santai dan saya betul-betul jalan kaki dan sama sekali tidak digendong ibu/bapak sekalipun rutenya jauh. Disana ibu dan bapak mengajarkan arti perjuangan menggunakan hal yang paling sederhana. 

Hingga saat masuk SD dan jarak rumah ke sekolah terbilang jauh, saya pun selalu berjalan kaki karena pada saat  itu angkutan umum belum semudah sekarang dan bapak tidak punya kendaraan pribadi. Pada saat kelas 4 SD, angkutan umum sudah mulai ada tapi ibu dan bapak tidak pernah  mengajak saya menggunakannya. Waktu itu saya belum paham kenapa, hanya saya pernah bertanya, “Bu...kapan saya nyoba naik angkot?” hanya saja ibu menjawab, “ Lebih baik jalan kaki...lebih sehat..”. Tapi sekarang saya paham semua karena keterbatas ekonomi keluarga. Uang bekal saya saat itu hanya 100 rupiah, sedangkan teman-teman lain paling sedikit 500 rupiah. Tapi saat itu uang 100 rupiah masih bisa dibelikan 2 buah gorengan atau 4 buah permen. Bagi saya itu cukup dan ibu seringkali memberi pengertian bahwa sekolah itu bukan untuk jajan melainkan untuk belajar, jadi tidak perlu membawa uang banyak. Saya pun selalu mengangguk paham. 

Aktifitas sederhana saya semasa kecil saya terapkan juga kepada anak saya. Di usianya yang masih TK, saya selalu mengajaknya berjalan kaki. Alhamdulillah sang anak menikmati dan menjadikan hal tersebut sebagai hal yang menyenangkan. Kalau dia bertanya, “ kenapa tidak naik angkot?”, saya menjawabnya dengan, “Lebih baik uangnya ditabung”.

Selain itu, di usia yang tidak muda lagi ibu aktif dalam kegiatan senam. Ibu bahkan menjadi pelatih senam dan sering mengikuti lomba senam. Saya ingin seperti ibu yang bisa berprestasi walau di usia yang tidak muda lagi. Terus terang,selain prestasi di dalam keluarga yang tidak dapat ternilai,  prestasi ibu dalam bidang olah raga adalah kebanggan bagi saya. Ibu saya keren!! Ibu saya hebaat!! Saya ingin seperti ibu!!

Ibu selalu mendukung saya dalam setiap aktifitas, mendoakan dan memberi semangat. Tanpa ibu saya bukan apa-apa. Maka tidak usah jauh-jauh mencari idola, karena idola sesunggunnya bagi saya adalah orang yang sudah saya rasakan kasih sayang, ketulusan, keikhlasan dan kesabarannya dalam menjalani hidup.

Saat seorang sahabat Rosulullah SAW bertanya, “Ya Rosul, siapakah orang yang harus aku hormati di dunia ini?”. Rasul menjawab, “Ibumu.” Kemudian dia bertanya lagi,”lalu siapa?”, Rosul menjawab,  “ibumu”. “kemudian lagi, ya Rosul?”, tanya orang itu. Rosul menjawab, “ibumu.” Lalu, laki-laki tersebut bertanya lagi, “kemudian setelah itu siapa, ya Rosul?”. Jawab Rosuullah SAW, “Bapakmu”.

Hadist Rosulullah SAW diataslah yang menjadikan saya begitu yakin untuk mengidolakan ibu. Walau jasadnya sudah tidak terlihat, namun kasih sayang, ketulusan, keikhlasan dan kesabarannya masih sangat terasa di hati. Ibu adalah sosok yang baik dan pantas menjadi panutan. Semoga para ibu menjadi idola di hati anak-anaknya selain Alloh SWT dan Rosulullah SAW. Aamiin..




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUSUHAN SAMPIT (DAYAK VS MADURA) SALAH SATU ANCAMAN “HUMAN SECURITY’

Oleh : Sintia Catur Sutantri (170820160009) A.    Faktor Pemicu Kerusuhan Sampit Kerusuhan yang terjadi di Sampit hanyalah salah satu rangkaian peristiwa kerusuhan yang terjadi antara Suku Dayak dan Madura sejak berdirinya Kalimantan Tengah . Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan. Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, terma

HUBUNGAN ANTARA TEORI SISTEM DAN FUTUROLOGI

Oleh : Sintia Catur Sutantri (170820160009)   A.    TEORI SISTEM  Konsep sistem telah diambil oleh ilmu sosial dari ilmu pasti, secara khusus dari fisika yang yang berhubungan dengan materi, energi, gerak, dan kekuatan. Semua konsep ini lebih diarahkan pada suatu pengukuran yang pasti dan mengikuti aturan-aturan tertentu. Ada yang mendefinisikan sistem dalam konteks pasti dan dalam persamaan matematis yang menjelaskan hubungan tertentu antara beberapa variabel. Namun konsep ini sangat sedikit diadopsi oleh para ahli dibidang sosial karena variabel-variabelnya sangat kompleks dan sering sangat multidimensional. Sistem merupakan kumpulan dari objek-objek bersama dengan hubungannya, antara objek-objek dan antara atribut mereka yang dihubungkan dengan satu sama lain dalam lingkungannya sehingga membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh (Whole).                                 T eori sistem umum pada awalnya diusulkan oleh ahli biologi bernama Ludwig von Berta

Manfaat Pencak Silat untuk Anak Usia Dini

"Anak saya masih TK, boleh ga ikut latihan bela diri?" "Duh anak saya aman ga ya kalau ikut latihan silat? Takutnya dia jadi suka pukul temannya." "Wah bahaya banget deh anak kecil udah ikut latihan silat?" Pertanyaan diatas adalah contoh kekhawatiran orang tua atau masyarakat pada umumnya tentang keikutsertaan anak usia dini dalam aktivitas beladiri, khususnya pencak silat. Padahal, pencak silat bukan sekedar bela diri. Ulasan manfaat pencak silat secara umum sudah saya sampaikan pada tulisan sebelumnya. Silahkan kunjungi link http://cikizentukangetik.blogspot.co.id/2017/11/manfaat-silat-bukan-sekedar-untuk-bela.html?m=1 . Kali ini tulisan saya khusus mengulas manfaat pencak silat untuk anak usia dini. Saya mulai melatih pencak silat anak usia dini sejak tahun  2008 di  Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri . Tak terasa, ternyata sud ah hampir 10 tahun. Dalam perjalannya saya selalu belajar dari anak-anak dan orang tua mereka. B