sumber:google.com |
Sejarah Hari Ibu di Indonesia
Pada masa pergerakan nasional, kaum wanita di Indonesia
sudah memberikan kontribusi di bidang politik dengan munculnya
organisasi-organisasi perempuan.
Gema Sumpah Pemuda dan lantunan lagu Indonesia Raya pada 28
Oktober 1928 yang digelorakan dalam kongres Pemuda II, menggugah semangat para
pimpinan perkumpulan kaum perempuan untuk mempersatukan diri dalam satu
kesatuan wadah mandiri. Pada saat itu sebagian besar perkumpulan masih merupakan
bagian dari organisasi pemuda pejuang pergerakan bangsa.
Beberapa pidato yang dibacakan oleh tokoh-tokoh perempuan
pada saat Kongres:
• "Pergerakan
Kaoem Isteri, Perkawinan & Pertjeraian", oleh Ny. R.A. Soedirman
(Poeteri Boedi Sedjati)
• "Deradjat
Perempoean", oleh Ny. Siti Moendjijah (Aisjijah Djokjakarta)
• "Perkawinan
Anak-Anak", oleh Saudari Moegaroemah (Poeteri Indonesia)
• "Kewadjiban
& Tjita-Tjita Poeteri Indonesia", oleh Saudari Sitti Soendari
• "Bagaimanakah
Djalan Kaoem Perempoean Waktoe Ini & Bagaimanakah Kelak", oleh Saudari
Tien Sastrowirjo
• "Kewadjiban
Perempoean di Dalam Roemah Tangga", oleh Saudari R.A. Soekonto (Wanita
Oetomo)
• "Hal
Keadaan Isteri di Europah", oleh Ny. Ali Sastroamidjojo
• "Keadaban
Isteri", oleh Nyi Hajar Dewantoro
Selanjutnya atas prakarsa para Perempuan Pejuang Pergerakan
Kemerdekaan pada 22-25 Desember 1928 digelarlah kongres perempuan Indonesia
yang pertama kali di Yogyakarta. salah satu keputusannya adalah dibentuknya
satu organisasi federasi yang mandiri dengan nama Perikatan Perkoempoelan
Perempoean Indonesia (PPPI). Melalui PPPI tersebut, terjalin kesatuan semangat juang kaum
perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki berjuang meningkatkan harkat dan
martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan berjuang bersama-sama
kaum perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia
menjadi perempuan yang maju.
Pada 1929, Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia
(PPPI) berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII). Diawali
dengan pertemuan para pejuang wanita untuk mengadakan Kongres Perempuan
Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta di Gedung
Mandalabhakti Wanitatama (di Jalan Solo) yang
dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan
Sumatera. Hasil kongres mendeklarasikan pembentukan Kongres Perempuan yang
sekarang ini dikenal Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Organisasi-organisasi
perempuan yang mengikuti Kongres Perempuan I sudah terbentuk sejak 1912. Organisasi
tersebut terinspirasi oleh pahlawan-pahlawan wanita Indonesia di abad ke-19 seperti Kartini, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rasuna Said, dan sebagainya. Kongres
Perempuan I ini membahas hak asasi perempuan dalam bidang pendidikan dan
pernikahan.
Diilhami oleh keikutsertaan perempuan dalam era perjuangan
fisik, organisasi-organisasi perempuan ini hendak mempertahankan semangat
perlawanan untuk mencapai kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Tidak
seperti kebanyakan organisasi -organisasi perempuan dari Eropa yang membawa
misi kesetaraan gender, mereka lebih berorientasi untuk memikirkan sesuatu yang
amat penting bagi kemajuan bangsa.
Pada 1935 diadakan kongres perempuan Indonesia II di
Jakarta. Kongres tersebut disamping berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan
Indonesia, juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa,
yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi aru yang lebih menyadari
dan lebih tebal rasa kebangsaannya.
Pada Kongres Perempuan III tahun 1938 yang diselenggarakan
di Bandung dikeluarkan suatu deklarasi yang menetapkan Hari Ibu pada tanggal 22
Desember. Penetapan hari Ibu ini sesungguhnya
adalah bagian dari upaya politik kaum perempuan pada waktu itu untuk
mempertahankan misi perbaikan nasib kaum perempuan dan eksistensi perjuangan
kaum perempuan sebagai bagian dari agenda pergerakan nasional.
Setelah melakukan pembubaran Perikatan
Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) mulai dikeluarkan isu mengenai keterwakilan
perempuan. Sayangnya, upaya untuk memperjuangkan Maria Ulfa menjadi anggota
Volksraad (semacam anggota legislatif) tidak berhasil. Setelah periode kemerdekaan, upaya kaum perempuan untuk
menunjukkan eksistensinya terus menguat. Peringatan Hari Ibu Ke-25 tahun 1953
dilaksanakan secara besar-besaran di hampir semua kota dari Meulaboh hingga
Ternate. Peringatan ini tidak terlepas dari keberhasilan organisasi perempuan
ketika itu memasukkan nama seperti Maria Ulfa Menteri Sosial (Kabinet Syahrir
II) dan S. K. Trimurti menjadi Menteri Perburuhan (Kabinet Amir Sjarifuddin,
1947-1948). Akhirnya, Presiden Soekarno
melalui Dekrit Presiden No 316 Tahun 1959 menetapkan Hari Ibu tanggal 22
Desember sebagai Hari Nasional.
Hari Ibu (Mother’s Day) di Indonesia adalah untuk mengenang
perjuangan kaum perempuan yang turut serta dalam memperbaiki nasib bangsa
terutama nasib kaum perempuan. Sekalipun pengaruh pergerakan kaum perempuan di
Eropa sudah masuk ketika itu, akan tetapi perjuangan kaum perempuan di
Indonesia tidak didasarkan pada pemikiran kesetaraan gender. Mereka hanya
memperjuangkan agar nasib kaum perempuan lebih diperhatikan.
Lalu bagaimana dengan hari ibu di negara lain?
Hari Ibu / Mother's Day di Eropa
Mother’s Day di Eropa sesungguhnya adalah kebiasaan
masyarakat Yunani Kuno berupa ritual sebagai persembahan untuk menghormati
seorang ibu dalam legenda Yunani Kuno, yaitu Dewi Rhea atau lebih dikenal
Mother of Rhea. Nama Dewi Rhea sesungguhnya adalah penyebutan yang berasal dari
Pirigi (Phrigia), yaitu kerajaan yang terletak di bagian Turki. Dalam mitologi
Yunani Kuno, Dewi Rhea memiliki nama Cybele atau dikenal juga Magna Mater
Deorum Idaea yang berarti ibu para dewa (The Great Idaean Mother of Gods). Oleh
karena itu, masyarakat Yunani Kuno yang kebanyakan melakukan ritual pada tangga
15-18 Maret adalah kaum perempuan dari golongan ibu.
Romawi Kuno memiliki ritual yang tidak berbeda yang disebut
Festival Matronalia untuk menghormati Dewi Juno, puteri dari Dewa Saturnus,
istri dari Dewa Yupiter, dan ibu dari Juventas, Mars, dan Vulcan. Dewi Juno
dikenal sebagai dewi yang melindungi keuangan di seluruh negeri yang kuilnya
terletak di Arx. Dewi Juno juga melindungi kota-kota di manapun yang terdapat
kuil untuk menyembahnya. Di setiap tahun di awal bulan Maret, para perempuan
yang umumnya terdiri dari kaum ibu melakukan ritual berupa Festival Matronalia.
Beberapa di antaranya diselenggarakan pada tanggal 7 Juli hingga September.
Seperti halnya pada kepercayaan masyarakat Yunani Kuno, Dewi Juno dianggap
sebagai simbol penghormatan kepada kaum ibu.
Hari Ibu / Mother's Day di Amerika Serikat
Istilah ‘Second Sunday in May’ sebagai Mother’s Day pertama
kali diperkenalkan oleh Ann Maria Reeves Jarvis atau Anna Jarvis, salah seorang
seorang aktivis perempuan di Amerika Serikat. Bermula dari kehidupan pribadi
dengan merasakan betapa besarnya jasa dan pengorbanan seorang ibu yang selama
ini tidak pernah mendapatkan penghargaan. Ditambah lagi dengan diskriminasi
gender di negara itu yang sangat menyudutkan kaum perempuan.
Setelah kematian ibundanya pada tahun 1905, Anna memulai
kampanyenya menekan pemerintah untuk memberikan kesempatan penghormatan bagi
kaum ibu di negara itu. Pada tahun 1914,
kongres Amerika akhinrya berhasil mendesak Presiden Woodrow Wilson untuk
mendeklarasikan secara resmi tanggal 12 Mei sebagai Mother’s Day atau yang
dikenal dengan istilah ‘Second Sunday in May’. Di negeri itu, Mother’s Day
diwarnai dengan pemberian bunga Carnation kepada para ibu.
Hari Ibu / Mother's Day di Jepang
Di Jepang pergerakan kaum perempuan yang kemudian menjadi pencetus Mother's Day dilatarbelakangi oleh penghormatan kepada Kaisar Wanita yang dikenal Kaisar Kojun (Ibunda dari Kaisar Akihito). Penghormatan kepada AKisar Kojun kemudian oleh Kaisar Akihito dijadikan sebagai bagian dari upacara ritual nasional di hari Minggu kedia bulan Mei. Pada momen ini, harga bunga khususnya anyelir melambung tinggi karena anak-anak akan memberikan bunga anyelir kepada sang ibu. Di Jepang, bunga anyelir merupakan simbol dari ibu.
Di Jepang pergerakan kaum perempuan yang kemudian menjadi pencetus Mother's Day dilatarbelakangi oleh penghormatan kepada Kaisar Wanita yang dikenal Kaisar Kojun (Ibunda dari Kaisar Akihito). Penghormatan kepada AKisar Kojun kemudian oleh Kaisar Akihito dijadikan sebagai bagian dari upacara ritual nasional di hari Minggu kedia bulan Mei. Pada momen ini, harga bunga khususnya anyelir melambung tinggi karena anak-anak akan memberikan bunga anyelir kepada sang ibu. Di Jepang, bunga anyelir merupakan simbol dari ibu.
Di Cina daratan (RRT), Mother's Day dilatarbelakangi pemikiran filsuf Mencius yang hidup di era 372-289 SM. Cerita tentang seorang ibu diilhami oleh kisah ibunda Mencius yang memindahkan rumah sebanyak 3 kali dengan tujuan mendapatkan tempat yang nyaman bagi anak-anakya untuk tumbuh.
Iran merayakan Mother’s Day untuk menghormati jasa mendiang Hazrat Fatemah Zahra yang dipercaya sebagai keturunan putri Nabi Muhammad. Perayaan yang semula hanya tradisi kemudian mulai dijadikan sebagai bagian dari hari besar nasional di Iran dan sekaligus sebagai tradisi nasional.
Inggris dan Irlandia memiliki kesamaan latar belakang historis tentang Mother’s Day. Sebelumnya, tradisi rakyat Inggris dan Irlandia ini dikenal dengan nama Mothering Sunday yang dilakukan oleh kelompok umat kristiani.
Perayaan Mothering Sunday sudah ada sejak abad 18, saat umat
Kristiani akan ke gereja menjelang hari Paskah. Ada momen khusus untuk para ibu
berjumpa kembali dengan anak-anak mereka yang jarang ditemui karena tuntutan
kewajiban dari para tuan mereka. Setelah perang dunia II, kebiasaan hari Ibu
dari Negara Amerika mempengaruhi para pedagang di Inggri suntuk memanfaatkannya
Sejak saat itu, sekitar tahun 1950an, perayaan hari Ibu
bercampur dengan Mothering Sunday, saat selain komersialiasi Hari Ibu,
masyarakat Inggris dan Irlandia masih melakukan ritual mothering Sunday juga.
Antara lain makan kue tertentu dan mendatangi gereja.
Pada setiap minggu ketiga sebelum hari Paskah, para wanita
berkumpul di Mother Church sambil membawa anak-anaknya untuk mengenak keibuan
dari Bunda Maria bersama puteranya Yesus Kristus. Kebiasaan inilah yang selanjutnya menjadi
latar belakang dijadikannya tanggal 1 Maret sebagai Mother’s Day di Inggris dan
Irlandia.
Ada banyak versi hari ibu di India. Ada yang merayakan
seperti tradisi barat yaitu hari Minggu kedua di bulan Mei. Ada yang juga yang
merayakan di tanggal 22 Desember. Namun banyak pula yang merayakan selama
sepuluh hari penuh di bulan Oktober. Yang terakhir adalah tradisi umat Hindu
yaitu festival Pujha Durga, sebuah penghormatan
kepada Dewi Durga yang dianggap Ibu universal atau alam semesta. Selain memberi
hadiah, di momen ini anak-anak juga akan memanjakan ibunya. Semua tugas ibu
akan diambil alih oleh sang anak, sehingga sang ibu bisa bersantai di rumah.
Sejarah Hari Ibu / Mother's Day di Thailand
Diawali tahun 1970-an, perdana menteri berniat
memperkenalkan keluarga kerajaan kepada rakyat. Maka dipilihlah hari kelahiran
sang Ratu Thailand, Qeen Shirikit sebagai hari ibu, yaitu 12 Oktober. Selain
dirayakan secara personal antara Ibu dan Anak, Hari Ibu di Thailand juga
dirayakan secara nasional dengan pagelaran konser dan parade. Perayaaan hari
ibu diawali dengan memberikan sedekah kepada rahib atau biarawan. Kemudian sang
anak mengekspresikan kasih kepada Ibu dengan memberikan bunga melati yang
dianggap sebagai tanda sucinya kasih ibu.
Nah, bagaimana dengan perayaannya Hari Ibu di Indonesia masa kini?
Peristiwa besar yang terjadi pada 22 Desember dijadikan tonggak sejarah bagi Kesatuan Pergerakan Perempuan Indonesia. Hari Ibu oleh bangsa Indonesia diperingati tidak hanya untuk menghargai jasa-jasa perempuan sebagai seorang ibu, tetapi juga jasa perempuan secara menyeluruh, baik sebagai ibu dan isteri maupun sebagai warga negara, warga masyarakat dan sebagai abdi Tuhan Yang Maha Esa.
Peringatan hari ibu dimaksudkan untuk mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda akan makna hari bu sebagai hari kebangkitan dan persatuan serta kesatuan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebangkitan perjuangan bangsa.
Logo Hari Ibu tahun 2017 |
1. Kasih sayang kodrati antara ibu dan anak.
2. Kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak.
3. Kesadaran wanita untuk menggalang kesatuan dan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan negara.
Walau sudah mengalami pergeseran dari sejarah asalnya, tujuan perayaan hari ibu di masa kini tentunya sama-sama bermaksud baik. Jika dulu kaum ibu berjuang dengan ikut membela negara dari ancaman bangsa lain di masa penjajahan yang identik dengan perang. Maka masa sekarang perjuangan ibu adalah memerangi pengaruh negatif kemajuan teknologi hasil karya bangsa lain.
Semoga para ibu di Indonesia dapat melahirkan generasi yang semakin cerdas, beriman dan bertaqwa. Melahirkan generasi yang bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dengan tetap menjaga kebudayaan nasional sebagai identitas nasional sehingga mereka selalu bangga dengan bangsanya sendiri.
Sumber :
https://www.hipwee.com/feature/beda-negara-berbeda-pula-tanggal-dan-tradisinya-ini-8-perayaan-hari-ibu-di-berbagai-negara/
Komentar
Posting Komentar