Belum lama ini para pelajar di Indonesia baru saja menerima Laporan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik semester 1, kita singkat saja rapor.
Rapor jaman sekarang berbeda dengan rapor jaman saya masih sekolah. Dulu isinya simple saja, hanya KKM dan nilai angka. Rapor sekarang, biasa juga disebut rapor kurnas, isinya berbeda dan lebih lengkap. Setiap siswa bisa mendapatkan 3 lembar rapor yang berisi kompetensi sikap serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Selain itu juga terdapat biodata siswa yang dilengkapi dengan berat dan tinggi badan, kondisi fisik, ektra kulikuler dan prestasi siswa. Penilaiannya terdiri dari mutu nilai angka, huruf dan deskripsi. Rangking siswa tidak tertulis di dalam rapor.
Saya tahu bagaimana luar biasanya para guru menyelesaikan rapor ini. Jangankan guru kelas, guru mata pelajaran dan ekstra kulikuler pun harus bekerja sama untuk menyelesaikan rapor ini. Alhamdulillah saya mengalaminya.
Penilaian secara deskriptif membuat para guru harus jeli terhadap satu-persatu anak didiknya. Dengan kata lain guru harus hapal karakteristik setiap anak. Dalam memilih kata pun, para guru harus berhati-hati. Dibuat sedemikian rupa agar orang tua nyaman membacanya tanpa tersinggung. Apalagi jaman sekarang, orang-orang jadi lebih sensitif.
Bagi saya, selaku orang tua. Nilai deskriptif sangat membantu memantau perkembangan anak selama di sekolah. Nilai deskriptif juga mendorong orang tua untuk membaca dengan seksama. Tidak hanya melihat nilai angka atau melihat ranking.
Dalam kompetensi sikap, terdapat kompetensi spiritual dan sosial yang tertuang dalam bentuk deskriptif.
Bagus tidaknya nilai desktriptif, hal tersebut juga rapor bagi orang tua.
Jika masih terbaca kurang maksimal, maka orang tua harus bisa bekerja sama untuk meningkatkan dan memperbaiki kekurangan anak. Jika terbaca sudah maksimal, maka orang tua harus bisa mempertahankan hal itu.
Koordinasi antara guru dan orang tua sangat membantu para pelajar.
Rapor sekarang tidak sepenuhnya mengejar nilai angka.
Rapor sekarang juga memperhatikan nilai sikap secara spiritual dan sosial.
Saya rasa hal tersebut sangat baik berhubung di masa sekarang ini para pelajar sangat mudah terpapar hal-hal negatif. Tidak memiliki sopan santun, malas beraktifitas, tidak jujur, kurang disiplin, lalai beribadah, kurang adanya toleransi dalam beragama dan masih banyak lagi hal-hal negatif lain yang begitu dekatnya dengan para pelajar. Semua hal negatif tersebut harus diatasi bersama-sama antara guru, orang tua dan pelajar itu sendiri.
Bagi pelajar yang masih SD, apalagi yang masih berada di kelas bawah (1,2,3) saya rasa peran orang tua masih sangat besar.
Contoh, jika anak terlambat ke sekolah, apakah hal tersebut 100% kesalahan anak? Saya rasa orang tua berperan besar dalam hal itu. Telat membangunkannya ? orang tua yang lambat? atau anaknya yang lambat?. Jika ada alasan lain seperti macet, bisa disiasati dengan berangkat lebih pagi.
Saat anak belajar untuk mandiri untuk menyiapkan perlengkapan sekolah lalu masih ada yang tertinggal, bukan kesalah anak sepenuhnya. Karena orang tua juga harusnya mengecek segala perlengkapannya.
Saat test hafalan anak tidak bisa atau lupa mengerjakan PR, bukan sepenuhnya kesalahan anak. Orang tua berperan besar didalamnya. Mungkin orang tua lalai mengingatkan dan tidak pernah mendampingi anak belajar di rumah.
Sungguh, rapor anak adalah rapor orang tua.
Komentar
Posting Komentar