"KESEIMBANGAN HOBI DAN AKADEMIK
"Teh request dong,,hehe. Buat nextnya,blh diceritain gak bagaimana menyeimbangkan hobby ciat2 dan berkehidupan sehari-hari..karena diluar sana masih banyak yang galau untuk nyeimbangkan nya."
Oke...kali ini tulisan saya akan bercerita tentang bagaimana menyeimbangkan hobby ciat-ciat dengan kehidupan sehari sesuai request sobat budiman diatas. Sesi pertama tentang ciat-ciat dan akademik. Ceritanya akan panjang karena saya ceritakan runutan sejarah awalnya.
Sebelumnya saya pernah bercerita bahwa saya mulai berlatih Silat Perisai Diri sejak tahun 1997, tepatnya saat masih kelas 2 SMP di Gelanggang Generasi Muda Muda (GGM). Saya mengenal Silat Perisai Diri dari kakak ke-3 yang berlatih di Kantor Telkom.
Berawal dari jalan-jalan ke Bandung Indang Plaza (dekat GGM), saya melihat spanduk yang bertuliskan beberapa nama bela diri. Hingga akhirnya saya tertarik dengan 1 nama yaitu "PERISAI DIRI". Selanjutnya saya mendaftarkan diri dengan biaya pendaftaran kala itu Rp 25,000.00 dan harga baju Rp 50,000.00. Saya membongkar uang di celengan untuk membayar. Orang tua baru tahu saya ikut Perisai Diri setelah melihat baju latihan dicuci. Namun mereka mendukung saya karena sejak SD saya ingin ikut silat dan mereka bilang, "Nanti saja kalau sudah SMP".
Latihan berjalan hingga masuk masa Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) dan Kejuaraan. Pada UKT dan pertandingan pertama tersebut, saya terhambat dalam masalah biaya, namun pelatih saya dengan iklas membantu dalam memenuhi biaya pendaftaran. Sejak saat itu saya merasakan bahwa Perisai Diri itu sungguh bukan hanya mengajarkan silat, namun ada hal lain yaitu kepedulian, keiklasan dan kekeluargaan.
Waktu terus berjalan, saya mendapat banyak teman baru di Perisai Diri hingga akhirnya seringkali ikut latihan di unit/ranting lain seperti SMEA 1 (sekarang SMKN 1), ITENAS, dan UPI. Latihan di Cabang Bandung pun jadi lebih menyenangkan karena banyak teman dan pelatih. Berkat berlatih silat, fisik saya lebih baik dari pada siswi lain di sekolah. Setiap pelajaran olah raga, apalagi pada saat materi lari, saya selalu numero uno hingga punya sebutan sebagai Jet Lee 😀. Pada saat SMA kelas 3 saya berhenti total berlatih dengan alasan persiapan ujian.
Tahun 2002, masuklah ke masa kuliah. Sudah takdir saya diterima di jurusan Antropologi UNPAD. Saya memilih jurusan dan kampus tersebut supaya bisa jalan-jalan, belajar budaya dan bisa latihan Perisai Diri. Namun masa ospek jurusan (inisiasi) yang cukup lama mengakibatkan saya belum bisa aktif bergabung dengan Perisai Diri UNPAD (PDUP). Apalagi kala itu saya kuliah di Jatinangor sedangkan tempat latihan di Dipati Ukur. Akhirnya tahun 2003 saya baru bisa bergabung dengan PDUP pada saat sedang persiapan Kejuaraan Antar Unit/Ranting.
Baru saja beberapa kali berlatih, saya ditawari untuk turun di nomor kerapihan teknik berpasangan tangan kosong pada Kejuaraan Antar Unit/Ranting dan meraih juara 2. Setelah itu, PDUP mempersiapkan diri untuk Kejurnas Mahasiswa di Malang. Saya lagi-lagi ditawari untuk turun di nomor yang sama dan meraih juara 1. Sejak saat itu saya ketagihan ikut kejuaraan serta belajar mengatur waktu antara latihan dan kuliah dengan jarak tempuh yang sangat jauh.
Pada tahun 2003, diadakan musyawarah anggota untuk memilih Ketua UKM PDUP dan saya lah yang terpilih. Bukannya senang, bingung yang saya rasakan. Hal tersebut dikarenakan saya sama sekali tidak mempunyai pengalaman berorganisasi. Selain itu, sedang terjadi perpindahan sekre UKM dari Dipati Ukur ke Jatinangor. Namun ketua lama sangat mendukung saya dan siap untuk diajak berdiskusi hingga akhirnya kepengurusan baru terbentuk dan latihan di Jatinangor mulai berjalan walau hanya beberapa orang. Dari hal tersebut saya belajar kepemimpinan. Sejak saat itu pula saya banyak belajar berorganisasi dari para senior.
Usaha untuk menambah anggota baru terus dimaksimalkan. Mulai dari menyebar brosur ke setiap fakultas, menghubungi mahasiswa/i yang mendaftar pada saat pengenalan UKM (terutama yang sudah pernah ikut Perisai Diri pada waktu SMA), hingga mengajak teman-teman sejurusan bahkan anggota UKM lain untuk ikut berlatih. Awalnya latihan di luar GOR Pakuan dengan kondisi lantai berbatu, namun kondisi cuaca yang tidak menentu dan anggota semakin banyak memaksa kami untuk melakukan negosiasi dengan pengguna GOR untuk berbagi tempat. Moment itu menjadi salah satu pengikat kekeluargaan yang kuat diantara sesama anggota PDUP. Kondisi ini mengajarkan saya tanggung jawab dan semangat kekeluargaan.
Sekre tidak hanya dipakai tempat berkumpul pada saat menjelang atau setelah latihan. Sekre selalu ramai setiap hari dan anak-anak biasanya menggunakan sekre untuk menunggu jadwal lanjutan kuliah, mengerjakan tugas, main game, ngerumpi, curhat di bukom, makan bersama, jualan dan lain sebagainya. Hingga akhirnya dibuatlah piket sekre yang salah satu tugasnya adalah mencuci alat makan dan beberes sekre. Piket tersebut dibuat karena seringkali piring dan gelas bertebaran hingga ke sekre sebelah. Jadi di UKM PDUP sangat banyak faedahnya. Bukan sekadar belajar silat, tapi juga belajar berorganisasi, bertanggung jawab, mengatur waktu, hingga belajar nyuci piring dan gelas😀. Saya juga punya rumah kedua di kampus. Kalau pulang ke Bandung terlalu malam, sekre bisa jadi penginapan.
Lanjut lagi ke masa menyusun skripsi di tahun 2007. Kala itu bertepatan dengan Perisai Diri International Championship V (PDIC V) dimana PD Jabar menjadi tuan rumah dan saya menjadi panitia sekaligus atlet. Bagaimana cara merangkum semua aktifitas agar tidak saling mengganggu? Saya ingin belajar menjadi panitia kejuaraan dan berprestasi di gelanggang dengan level internasional, namun saya juga harus lulus tepat waktu. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil tema Pencak Silat untuk skripsi. Judul yang dipilih adalah Remaja Perempuam dalam Olah Raga Bela Diri (Studi kasus: Kelatnas Indonesia Perisai Diri Cabang Bandung). Jadi saya berlatih sambil melakukan penelitian. Saat di sekre panitia (lokasinya di Jl.Gudang Utara, rumah orang tua almarhum Kang Anthony Yunidar) saya meminta ijin untuk ikut mengetik hasil penelitian di sela-sela kesibukan. Oiya, menjadi panitia membuat saya pergi pagi pulang malam selama kurang lebih 3 bulan. Sehingga tidak sempat mengerjakan skripsi di rumah. Akhirnya, tugas sebagai panitia selesai, sebagai atlet selesai (dengan perolehan juara 2 Serang Hindar kelompok B dan Kerapihan Teknik Berpasangan Senjata), dan sebagai mahasiswa pun selesai.
Pada saat saya masih menjabat sebagai ketua UKM PDUP, kampus menginformasikan program beasiswa yang salah satuya diperuntukan bagi ketua UKM. Akhirnya saya mengumpulkan persyaratan beasiswa tersebut. Selang beberapa tahun, tepatnya saat saya baru lulus, barulah saya mendapatkan informasi kalau beasiswa tersebut cair. Alhamdulillah..walau sudah lulus, rezeki tetap mengalir dari pintu PDUP.
Tahun 2016, saya diberi kesempatan untuk melanjutkan S2. Saya mengikuti program beasiswa unggulan jalur masyarakat berprestasi. Semua sertifikat keorganisasian dan kejuaraan Silat Perisai Diri saya kumpulkan dan dijadikan sebagai pelengkap persyaratan. Sertifikat yang dulu hanya tersimpan rapi di folder akhirnya menghantarkan saya untuk melanjutkan pendidikan walau statusya sudah menjadi ibu 2 anak yang juga bekerja.
Jurusan yang saya pilih berbeda dengan saat S1. S1 Antropologi dan S2 Hubungan Internasional. Butuh tenaga extra untuk memutar arah dan memahami berbagai konsep yang baru didengar. Apalagi waktunya sangat singkat, hanya 24 bulan.
Tahun 2017, sudah waktunya untuk menyusun tesis. Jurus lama saya pakai lagi yaitu mencari tema yang sesuai dengan passion dan aktifitas sehari-hari agar manfaatnya bisa dirasakan di berbagai lini. Tema yang saya ambil adalah berkaitan dengan Pencak Silat (lagi). Judul tesis saya "Diplomasi Kebudayaan Indonesia Sebagai dalam Proses Pengusulan Pencak Silat Sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO". Nah pada masa ini bertepatan dengan Perisai Diri International Championship 9 di Malang. Sebagai salah satu pertanggungjawaban dari penerima beasiswa unggulan, saya bertekad untuk menjadi atlet walau sudah berbuntut 2 dan sedang menyusun tesis. Jadwal TC, penelitian, kerja, dan ngurus krucil saya lahap kala itu. Saya bertanding sambil melakukan penelitian. Kala itu saya bisa mewawancarai langsung bapak Eddy Nalapraya. Hasil PDIC 9 tersebut cukup baik, mendapat juara 1 Kerapihan Teknik Berpasangan Tangan Kosong dan juga mendapat informasi penting sebagai data tesis dari sesepuh Pencak Silat yang sudah menyebarkan Pencak Silat ke berbagai penjuru dunia.
Tahun 2018 masuk ke masa dimana saya harus benar-benar fokus untuk kelulusan. Jika saat menyusun skripsi bertepatan dengan PDIC V, pada saat proses penyusunan tesis bertepatan dengan Kejurnas Pelajar PD IV dan saya menjadi ketua pelaksana dalam event tersebut. Mau tidak mau saya harus mengatur waktu, tenaga, dan emosi agar tetap waras dalam menyelesaikan tugas akhir. Pada akhirnya saya meminta ijin kepada berbagai pihak untuk menyelesaikan terlebih dahulu tesis saya minimal sampai tahap sidang. Akhirnya Juli 2018 tugas saya sebagai mahasiswa S2 selesai dalam waktu kurang lebih 21 bulan.
Begitulah ceritanya mengenai keseimbangan PD dengan dunia akademik yang saya jalani. Hidup ini sudah ada alurnya, tinggal kita menjalani itu. Jangan membuat hidup yang mudah menjadi ruwet. Jangan menjadikan orang lain sebagai pesaing, melainkan partner. Tidak saling membebani, tetapi saling melengkapi. Tidak saling menjatuhkan, tapi saling mendukung. Terapkan saja dulu dalam bidang kehidupan yang paling sering kita jalani. Terapkan saja dulu pada diri sendiri, jika sudah sukses silakan berbagi dengan orang lain.
#30haribercerita #30hbc2004 @30haribercerita
*foto angkatan pertama PDUP di Jatinangor (tahun 2003)
*maapkan saya yang overload 😂😂
*maaf yang kepalanya saya putihin..itu foto masa lalu.
*kapan kita reunian???
#cikiciiiww!!
Komentar
Posting Komentar